Seorang anak yang masih bersih fitrahnya berdialog dengan gurunya yang atheis dan tidak mempercayai adanya Allah Ta’ala.
Guru : Wahai anak-anak apakah kalian melihatku?
Murid : Ya.
Guru : Apakah kalian melihat meja ini?
Murid : Ya.
Guru : Apakah kalian melihat gambar ini?
Murid : Ya.
Guru : Apakah kalian melihat Allah?
Murid : Tidak, tidak, tidak.
Pak
Guru memanfaatkan kesempatan ini untuk menanamkan keyakinannya yang
salah kepada murid-muridnya bahwa Allah tidak ada seraya berkata: “Kalau
begitu Allah tidak ada, karena kalau Dia ada tentu kita bisa
melihatnya seperti meja, gambar dan lainnya”.
Murid-murid bingung harus menjawab apa. Lalu salah seorang anak dari mereka mengangkat tangan meminta ijin untuk berbicara.
Guru : Katakanlah apa yang kamu inginkan.
Murid : Apakah Pak Guru mengijinkan saya bertanya beberapa pertanyaan seperti pertanyaan Bapak?
Guru : Boleh, tidak mengapa.
Murid : Wahai teman-teman apakah kalian melihat Pak Guru?
Teman-Temannya: Ya.
Murid : Apakah kalian melihat pakaian Pak Guru?
Teman-Temannya: Ya.
Murid : Apakah kalian melihat mata Pak Guru?
Teman-Temannya: Ya.
Murid : Apakah kalian melihat akal Pak Guru?
Teman-Temannya: Tidak, tidak, tidak.
Murid:
Wahai teman-teman, kalau begitu Pak Guru tidak mempunyai akal karena
Pak Guru mengatakan bahwa sesuatu yang ada harus terlihat dan kami tidak
melihat akal Pak Guru, jadi Pak Guru tidak berakal……
Rasulullah
–Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Setiap bayi
yang lahir dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih keyakinannya). Ayah
dan ibunya-lah yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau Majusi.”
(Hadis Sahih)
Secara fitrah dan naluri semua
makhluk mengakui adanya Allah tanpa terlebih dahulu berpikir atau
belajar, kecuali apabila terdapat sesuatu yang memalingkannya dari
fitrah ini.
Akal dan jiwa yang sehat pasti
mengakui adanya Allah berdasarkan proses terjadinya makhluk. Karena
semua makhluk pasti ada yang menciptakannya. Tidak mungkin makhluk
menciptakan dirinya sendiri dan tidak mungkin pula terjadi secara
kebetulan, pasti ada Penciptanya.
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” ( QS 52 Ath-Thur: 35).
Semua
kitab Samawi (kitab yang turun dari langit seperti Al-Qur’an, Taurat
dan Injil) berbicara tentang adanya Allah dan kewajiban beribadah
kepadaNya. Bermilyar-milyar manusia semenjak dahulu kala sampai saat ini
menyakini adanya Allah. Alam semesta dan semua yang terjadi di
dalamnya juga menjadi bukti adanya Dzat Yang Mengaturnya karena tidak
mungkin alam semesta ini berjalan dengan sendirinya tanpa ada yang
mengaturnya.
Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah
pernah menyadarkan orang-orang atheis yang tidak percaya adanya Allah
dengan contoh yang sangat sederhana, yaitu tentang sebuah perahu yang
mengarungi samudera tanpa adanya nahkoda, penumpang dan pengendali.
Benar-benar perahu itu jalan sendiri, menyelamatkan dirinya dari ombak
sendiri, menaikkan dan menurunkan barang sendiri, menuju tempat
tujuannya sendiri dan semuanya di jalankan sendiri oleh perahu itu.
Tentu saja semua orang atheis tersebut tidak percaya dan mereka
mengatakan: “Tidak mungkin orang berakal mempercayai ini”.
Saat
itulah kesempatan bagi Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah untuk
meyakinkan kepada mereka bahwa Allah itu ada dan kita wajib beribadah
kepadanya; “Kalau perahu berjalan sendiri seperti itu saja kalian tidak
mempercayainya dan kalian katakan bahwa tidak mungkin orang berakal
mempercayainya, bagaimana pula dengan alam semesta ini? Langit, bumi,
matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, lautan dan lainnya
tentu lebih tidak masuk akal lagi kalau semua ini berjalan dengan
sendirinya tanpa ada yang mengaturnya”. Akhirnya orang-orang atheis
tersebut tidak mampu mematahkan argumentasi yang sangat sederhana tapi
mengena ini.
“Dan Tuhanmu adalah tuhan yang Maha Esa; tidak ada tuhan yang haq melainkan Dia, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” ( QS 2 Al Baqarah: 163).
Setiap
orang yang beriman kepada Allah pasti hidupnya penuh dengan kedamaian,
ketenangan dan kebahagiaan sesuai dengan kadar keimanannya. Hidupnya
menjadi bermakna dan bermanfaat, selalu tunduk dan patuh terhadap semua
aturan Allah dan hanya beribadah kepadaNya serta tidak menyekutukannya
dengan suatu apapun. Semoga bermanfaat…
0 comments:
Post a Comment